JAKARTA, KOMPAS.com – Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di sektor pendidikan, penataan
kurikulum pendidikan menjadi salah satu target yang harus diselesaikan.
Rencananya pada Juni 2013 nanti, sekolah yang ada di Indonesia sudah
mulai menggunakan kurikulum baru yang kini masih dibahas. Draf perubahan
kurikulum sudah dipaparkan di depan Wakil Presiden Boediono, Selasa
(13/11/2012).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa
perubahan kurikulum ini merata untuk setiap jenjang, baik dari sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA),
dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
“Ini dilakukan di tiap jenjang sekolah. Tujuannya tentu untuk
menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar anak-anak ini mampu
bersaing di masa depan nanti,” kata Nuh saat jumpa pers di Kantor
Kemdikbud, Selasa (13/11/2012).
Untuk jenjang SD, anak-anak tidak lagi mempelajari masing-masing mata
pelajaran secara terpisah pada kurikulum baru ini. Pembelajaran
berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan pendidikan
dasar ini menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian
dikombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.
6 mata pelajaran berbasis tematik
Seperti diketahui, mata pelajaran untuk anak SD yang semula berjumlah
10 mata pelajaran dipadatkan menjadi enam mata pelajaran, yaitu Agama,
PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan,
serta Seni Budaya dalam kurikulum baru ini. Sementara empat mata
pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, muatan lokal, dan
pengembangan diri, diintegrasikan dengan enam mata pelajaran lainnya.
“Memang sewajarnya seperti itu. IPA dan IPS dijadikan penggerak dan
masuk dalam materi bahasan semua mata pelajaran. Begitu pula dengan
mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni budaya,”
ujar Nuh.
Dengan pemadatan mata pelajaran dan pembelajaran berbasis tema ini,
anak-anak juga tidak akan lagi kerepotan membawa buku yang banyak dalam
tasnya. Nuh mengungkapkan dengan pendekatan tematik ini, anak-anak hanya
perlu membawa paling tidak dua atau tiga buku sesuai dengan tema yang
dipilih pada minggu tersebut.
Belajar di sekolah lebih lama
Namun, berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum ini justru membuat
durasi belajar anak di sekolah bertambah. Nuh menjelaskan bahwa metode
baru ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan
mengobservasi setiap tema yang menjadi bahasan.
“Pola ini tentu tidak bisa dilakukan dengan durasi belajar
sebelumnya. Untuk itu ditambah sebanyak empat jam pelajaran per minggu,”
kata Nuh.
Dengan demikian, untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28
jam dalam seminggu bertambah menjadi 30-32 jam seminggu. Sementara pada
kelas IV-VI yang semula belajar selama 32 jam per minggu di sekolah
bertambah menjadi 36 jam per minggu.
“Penambahan jam belajar ini masih sesuai karena dibandingkan negara
lain, Indonesia terbilang masih singkat durasinya untuk anak usia 7-9
tahun,” ungkap Nuh.
Pramuka jadi ekskul wajib
Dari berbagai paparan di atas, Bahasa Inggris yang sebelumnya sempat
disebut-sebut akan dihilangkan memang tidak tercantum dalam salah satu
mata pelajaran yang ada. Ternyata untuk tingkat SD ini, Bahasa Inggris
masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler bersama dengan Palang Merah Remaja
(PMR), UKS, dan Pramuka.
“Pramuka ini akan jadi ekskul wajib untuk berbagai jenjang tidak
hanya di SD. Nanti akan dibicarakan juga dengan Kemenpora,” tuturnya.
Demikian bentuk kurikulum baru yang akan diberlakukan pada anak-anak
tingkat SD. Sistem pembelajaran berbasis tematik integratif ini telah
dijalankan di banyak negara, seperti Inggris, Jerman, Perancis,
Finlandia, Skotlandia, Australia, Selandia Baru, sebagian Amerika
Serikat, Korea Selatan, Singapura, Hongkong, dan Filipina.
sumber: Kompas.com,